Senin, 26 Desember 2011

TUGAS AKHIR TEORI MEMBACA SEMESTER 1


Petunjuk!

  1. bacalah salah satu cerpen berikut cerpen 1cerpen 2, cerpen 3,  cerpen 4, cerpen 5, cerpen 6, cerpen 7, cerpen 8, cerpen 9, dan cerpen 10.
  2. pahamilah cerpen yang Saudara baca!
  3. Uraikan pemahaman literal, interpretasi, kritis, dan kreatif yang ada dalam cerpen yang Saudara baca.
  4. buatlah sebuah pengembangan pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan cerpen yang Saudara baca. Gunakanlah prosedur tahap prabaca, saat baca, dan pascabaca! (merujuk pada teori Burns)


petunjuk pengerjaan


  1. diketik rapi dengan 2 spasi, times new roman 12.
  2. cantumkan cerpen berserta alamat website/blog yang Saudara kutip
  3. dikumpulkan 1 minggu setelah tugas diberikan
  4. apabila belum jelas silahkan komentar di bawah atau bisa email ke arul_klen84@yahoo.com

Selamat Mengerjakan

Selasa, 22 November 2011

MENGENAL KARYA ILMIAH DAN JENISNYA

MENGENAL KARYA ILMIAH DAN JENISNYA

Oleh: Dini Restiyanti Pratiwi

Tenaga Edukatif Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta


Selamat malam dan selamat berjumpa kembali dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Ruang Pelajar di Radio Republik Indonesia Surakarta bersama saya Dini Restiyanti Pratiwi dari Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adik-adik pelajar yang budiman, materi yang akan saya sampaikan pada kesempatan malam ini mengenai ”Penulisan Karya Ilmiah”. Apakah Anda tertarik dengan kegiatan menulis karya ilmiah? dan Anda mengalami kesulitan?. Ikuti paparan saya dengan saksama.
Adik-adik pelajar yang budiman, sebagian pelajar beranggapan bahwa menyusun karya ilmiah dengan bahasa yang benar itu rumit dan menyusahkan. Sebagian dari mereka mengeluhkan setelah mendapat tugas untuk menyusun makalah atau karya ilmiah lainnya seakan-akan ”menyerah” sebelum ”bertempur”. Anggapan dan perasaan seperti itu terlalu berlebihan karena sebetulnya, menyusun karya ilmiah tidak jauh berbeda dengan menyusun karya yang lain, seperti karangan jurnalistik atau laporan perjalanan. Perbedaannya, dalam penyusunan karya ilmiah harus mengikuti metode ilmiah yang terdiri atas langkah-langkah untuk mengorganisasi dan mengatur gagasan melalui garis pemikiran yang konseptual dan prosedural yang disepakati oleh para ilmuwan. Jadi, siapapun akan dapat menyusun karya ilmiah asalkan mau mempelajari cara-caranya atau dibantu dengan bimbingan seseorang yang berpengalaman.
Adik-adik pelajar yang budiman, sebelum kita membicarakan bagaimana menulis karya ilmiah dengan baik, kita harus mengenal apa yang dimaksud karya ilmiah dan jenis-jenis dari karya ilmiah itu sendiri. Ada berbagai definisi yang ditulis para ilmuwan tentang karya ilmiah. Salah satu di antaranya dikemukakan oleh Brotowidjoyo (1985: 8-9) dalam bukunya yang berjudul ”Penulisan Karangan Ilmiah” menyatakan bahwa karya ilmiah adalah sebuah karya yang berisi karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Selain itu, dikatakan pula bahwa karya ilmiah harus ditulis secara jujur dan akurat berdasarkan kebenaran tanpa mengingat akibatnya (Arifin, 1998: 2). Kebenaran dalam karangan ilmiah adalah kebenaran yang objektif, positif, sesuai dengan data dan fakta di lapangan dan bukan kebenaran yang normatif.
Ada beberapa istilah dalam karya ilmiah yang biasa ditulis, di samping makalah dan skripsi, istilah karya ilmiah yang lain di antaranya kertas kerja, laporan penelitian, tesis, dan disertasi. Adik-adik pelajar yang budiman, perbedaan istilah-istilah karya ilmiah tersebut di antaranya Makalah, adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Artinya makalah menyajikan masalah melalui proses berpikir deduktif atau induktif. Makalah, biasanya disusun untuk melengkapi tugas-tugas ujian mata pelajaran atau mata kuliah tertentu untuk memberikan saran atau pemecahan suatu masalah secara ilmiah. Makalah, menggunakan bahasa yang lugas dan tegas. Jika dilihat dari bentuknya, makalah adalah bentuk yang paling sederhana di antara karya tulis ilmiah lainnya.
Kertas kerja, seperti halnya makalah, kertas kerja juga merupakan karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih serius daripada analisis dalam makalah. Kertas kerja ditulis untuk disajikan dalam suatu seminar atau lokakarya. Berbeda lagi dengan skripsi, skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung maupun penelitian tidak langsung. Skripsi biasanya ditulis untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana muda/diploma atau sarjana yang penyusunannya dibimbing oleh tim dosen dalam suatu lembaga pendidikan tinggi.
Istilah karya ilmiah selanjutnya tesis adalah karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi. Tesis akan mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri. Karya tulis ini akan memperbincangkan pengujian terhadap satu hipotesis atau lebih dan ditulis oleh mahasiswa fakultas pascasarjana.
Adik-adik pelajar yang budiman, istilah karya tulis yang terakhir adalah disertasi. Disertasi merupakan karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih dengan analisis yang terinci. Dalil yang dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan senat guru besar/penguji suatu pendidikan tinggi. Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri yang bersifat orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan penguji, maka penulisnya berhak menyandang gelar doktor. Dari semua jenis karya tulis tersebut, hendaknya disusun secara cermat dan logis.
Adik-adik pelajar yang budiman, selain mengetahui istilah dalam karya tulis ilmiah kita juga perlu mengetahui jenis karya tulis ilmiah. Berikut ini akan saya paparkan beberapa jenis karya tulis ilmiah, Pertama, jenis karya tulis ilmiah hasil penelitian atau eksperimen. Karya tulis ilmiah jenis ini berisi hasil dari sebuah penelitian atau percobaan atau pengujian dengan perlakuan tertentu untuk mendapatkan fakta, pengertian, atau prinsip baru. Kedua, Karya tulis ilmiah yang berupa hasil survey. Karya tulis ilmiah ini berupa hasil pengamatan, pengumpulan, analisis, pemeriksaan data atau informasi atas berbagai gejala fisis dan sosial untuk mengetahui kondisi, situasi, bentuk, nilai, atau keterangan lain tentang sesuatu hal atau masalah. Ketiga, jenis karya tulis ilmiah tinjauan pustaka. Karya tulis jenis ini bersisi analisis berbagai data, kemudian informasi diperoleh dari berbagai sumber pustaka /referensi tentang sesuatu hal atau masalah untuk menetapkan atau mengevaluasi hasil penelitian tentang masalah yang diselidiki tersebut.
Keempat, karya tulis ilmiah rancang bangun. Karya tulis ilmiah ini merupakan kegiatan rancang bangun yang dianalisis mengikuti metode ilmiah dan nalar ilmiah dan teknologi untuk menciptakan, memodifikasi peralatan, instrumen, sistem, proses, atau prasarana. Kelima, karya tulis ilmiah bahasan teoritis. Karya tulis ilmiah ini dilakukan dengan pembahasan teoritis secara ilmiah tentang suatu hal atau masalah untuk meninjau atau mengupas berbagai aspek dari masalah tersebut. Keenam, jenis karya tulis ilmiah laporan teknis. Karya tulis ilmiah ini berisi laporan tentang data dan informasi teknis pelaksanaan suatu penelitian atau kegiatan rutin  yang terencana ataupun yang fenomenanya telah diketahui untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan kegiatan tersebut. Ketujuh, karya tulis ilmiah jenis ilmiah ringkas. Dalam karya tulis ilmiah ini laporan ilmiah ditulis secara ringkas, akan tetapi substansinya tetap utuh.
Adik-adik pelajar yang budiman, itulah tadi paparan saya mengenai istilah dan jenis dalam karya tulis ilmiah. Masih banyak hal yang harus kita kupas mengenai penulisan karya tulis ilmiah. Dalam pertemuan yang akan datang kita akan membicarakan tahap-tahap penyusunan karya ilmiah yang terdiri dari persiapan, pengumpulan data, pengorganisasian dan pengonsepan, pemeriksaan dan penyuntingan konsep, serta penyajian atau pengetikan.
Adik-adik pelajar yang budiman, demikianlah siaran Pembinaan Bahasa Indonesia lewat Radio Republik Indonesia Surakarta semoga bermanfaat bagi adik-adik pelajar dan pendengar sekalian. Selamat malam dan terimakasih.
Sumber
Arifin, Zaenal. 1998. Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Grasindo
Brotowidjoyo, Mukayat. 1985. Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Akademika Pressindo

Rochestry Sofyan ”Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah” (http://www.google.co.id/search?q=penulisan+karya+tulis+ilmiah&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a) (Senin, 15 Februari 2010, pukul 14.31)

STRATEGI PEMBELAJARAN MENYIMAK

STRATEGI PEMBELAJARAN MENYIMAK

Oleh: Dini Restiyanti Pratiwi

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta


Selamat malam dan selamat  berjumpa kembali dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Ruang Pelajar di Radio Republik Indonesia Surakarta bersama saya Dini Restiyanti Pratiwi dari Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adik-adik pelajar yang budiman, dalam pertemuan sebelumnya kita sudah membahas mengenai konsep menyimak yang hakikatnya berbeda dengan mendengar dan mendengarkan dan ciri ideal seorang penyimak. Setelah adik-adik memahami perbedaan antara menyimak, mendengar, dan mendengarkan dalam kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai strategi pembelajaran menyimak.
Adik-adik pelajar yang budiman, sebelum kita berbicara mengenai strategi pembelajaran menyimak, mari kita pahami tujuan dan proses dalam menyimak.  Ikuti paparan saya!
Adik-adik pelajar yang budiman, dalam menyimak pembicaraan tentu penyimak memiliki tujuan. Tujuan antara penyimak satu dengan penyimak lainnya tentulah beraneka ragam. Menurut Tarigan (2008: 60-61) tujuan seseorang menyimak, di antaranya (1) menyimak untuk belajar, menyimak dalam hal ini dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara, (2) menyimak untuk menikmati, biasanya kegiatan menyimak ini berlangsung pada bidang seni, contoh menyimak sebuah pementasan drama (3) menyimak untuk mengevaluasi, menyimak yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sesuatu yang disimak, (4) menyimak untuk mengapresiasi, biasanya berwujud menikmati dan menghargai sesuatu yang disimak, (5) menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide, gagasan, ataupun perasaan kepada orang lain dengan lancar dan tepat, dan (6) menyimak dengan tujuan untuk memecahkan masalah secara kreatif dan analisis.
Adik-adik pelajar yang budiman, selanjutnya proses yang terjadi selama seseorang melakukan kegiatan menyimak, yaitu (1) mendengar, dalam tahap ini penyimak baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara, (2) memahami, setelah dapat mendengar, maka ada keinginan penyimak untuk mengerti dan memahamidengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara, (3) menginterpretasi, penyimak yang baik, cermat, dan teliti belum merasa puas jika hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, sehingga penyimak akan menafsirkan atau menginterpretasikan pendapat yang tersirat dalam ujaran tersebut, (4) mengevaluasi, penyimak mulai menilai dan mengevaluasi pendapat atau gagasan pembicara mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebaikan dan kekurangan pembicara, dan (5) menanggapi, dalam hal ini penyimak menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh pembicara dalam ujaran atau pembicaraanya.
Adik-adik pelajar yang budiman, seperti pembahasan kita yang sebelumnya bahwa kegiatan menyimak haruslah dikuasai terlebih dahulu sebelum anak dapat berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu prinsip linguistic menyatakan bahwa bahasa itu pertama-tama diperoleh melalui ujaran, yakni bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan dan bias didengar. Atas dasar itulah beberapa ahli pengajaran bahasa menetapkan bahwa pengajaran bahasa harus dimulai dengan mengajarkan aspek pendengaran dan ;engucapan sebelum membaca dan menulis.
Adik-adik pelajar yang budiman, agar pembelajaran menyimak memperoleh hasil yang baik, maka strategi pembelajaran yang digunakan guru harus memenuhi criteria sebagai berikut (1) relevan dengan tujuan pembelajaran, (2) menantang dan merangsang siswa untuk belajar, (3) mengembangkan kreativitas siswa secara individual maupun kelompok, (4) memudahkan siswa memahami materi pelajaran, (5) mengarahkan aktivitas belajar siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, (6) mudah diterapkan dan tidak menuntut disediakannya peralatan yang rumit, dan (7) menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Adik-adik pelajar yang budiman, berikut ini strategi sederhana yang cocok digunakan dalam pembelajaran menyimak.
1.    Simak-Ulang Ucap
Siswa harus menyimak apa yang diucapkan guru, setelah itu siswa harus mengucap ulang apa yang disimaknya. Model ucapan yang akan diperdengarkan harus diperdengarkan secara cermat oleh guru. Isi model ucapan dapat berupa fonem, kata, kalimat, ungkapan, kata-kata mutiara, peribahasa, dan puisi-puisi pendek. Model ini dapat diucapkan langsung atau direkam.
Contoh:
Guru    : menyatakan dengan ujaran “Transportasi”
Siswa   : menirukan dengan ujaran “Transportasi”
2.    Simak­-Tulis
Simak-tulis mirip dengan simak-ulang ucap. Siswa menyimak apa yang dikatakan guru atau dari rekaman, kemudian siswa harus menuliskannya. Bahan yang digunakan dalam simak-ulang ucap dapat juga digunakan dalam simak-tulis.
     Contoh            :
     Guru    : menyatakan dengan ujaran “Transportasi”
     Siswa   : menulis kata “Transportasi”
3.    Simak-Kerjakan
       Mula-mula siswa menyimak apa yang diperdengarkan guru, kemudian siswa mengerjakan apa yang telah diperintahkan atau dikatakan dalam kegitan menyimak tadi. Model yang digunakan biasanya berupa kalimat-kalimat perintah.
           
            Contoh            :
            Guru    : Buatlah lingkaran besar di  kertas persegi panjang
            Siswa   : mengerjakan membuat lingkaran besar di kertas persegi panjang
4.    Simak-Terka
       Guru menyusun deskripsi suatu benda tanpa menyebutkan nama benda tersebut, kemudian deskripsi diperdengarkan kepada siswa dan siswa menyimak teks deskripsi dan harus menerkanya.
            Contoh            :
            (benda yang dipilih guru adalah bola)
            Guru    : menyatakan bentukku bundar, dapat menggelinding, dapat dilempar  dan ditendang, aku berada di lapangan.
            Siswa   : menerka “Bola”
5.    Memperluas Kalimat
       Guru menyebutkan sebuah kalimat. Siswa mengucapkan kembali kalimat tersebut. Kembali guru mengucapkan kalimat tadi kemudian guru mengucapkan kata atau kelompok kata lain dan siswa melengkapi kalimat tadi sengan kelompok kata yang disebutkan terakhir oleh guru, maka hasilnya kalimat yang diperluas.
            Contoh            :
            Guru    : menyatakan “Ayah pergi”
            Siswa   : mengucapkan kembali “Ayah pergi”
            Guru    : mengulang kata yang tadi “Ayah pergi”
            Guru    : mengucapkan kelompok kata lain “Ke kantor”
            Siswa   : melengkapi “Ayah pergi ke kantor”
            Guru    : guru mengulang kata pertama diikuti kata kedua “Ayah pergi ke kantor”
            Guru    : mengucapkan kelompok kata lain “tadi pagi”
            Siswa   : mengulang kata pertama dan kedua dan diikuti kata terakhir yang diucapkan guru “Ayah pergi ke kantor tadi pagi”
6.    Menyelesaikan Cerita
       Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-4 orang kemudian guru memanggil kelompok pertama untuk maju dan diminta untuk bercerita dengan tema bebas. Setelah siswa pertama pada kelompok pertama selesai bercerita (seperempat dari cerita), maka siswa kedua dari kelompok pertama harus meneruskan cerita dari temannya tersebut begitu seterusnya hingga anggota kelompoknya selesai kebagian giliran. Siswa yang belum tiba giliran untuk bercerita tentu harus menyimak dengan baik, sebab ada kemungkinan giliran jatuh pada siswa yang tidak menyimak. Siswa harus siap meneruskan cerita.
7.    Membuat Rangkuman
       Siswa menyimak cerita atau teks nonsastra yang agak panjang setelah itu siswa diharuskan untuk membuat rangkuman dari apa yang telah disimaknya tadi. Apa yang disimak harus dirangkum sesingkat mungkin, tatapi yang singkat tersebut harus tetap menjelaskan yang panjang.
8.    Menemukan Benda
Guru mengumpulkan sejumlah benda. Benda-benda itu sebaiknya sudah dikenal oleh siswa. Benda-benda itu dimasukkan ke dalam sebuah kotak terbuka. Kemudian guru menyebutkan nama sesuatu benda. Siswa mencari benda yang diucapkan guru. Bila sudah ditemukan, diperlihatkan kepada teman-temannya.
Contoh:
Guru      : “Andi ke sekolah membawa: buku, pensil warna hijau, kuning, dan merah, penghapus, penggaris, pensil, dan bolpoin hitam”.
Siswa     : (mengambil semua yang disebutkan guru)

Sumber:
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menyimak: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

MEMAHAMI KONSEP MENYIMAK

MEMAHAMI KONSEP MENYIMAK
 
Oleh: Dini Restiyanti Pratiwi, S. Pd.

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Muhammadiyah Surakarta


Selamat malam dan selamat berjumpa kembali dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Ruang Pelajar di Radio Republik Indonesia Surakarta bersama saya Dini Restiyanti Pratiwi dari Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adik-adik pelajar yang budiman, materi yang akan saya sampaikan pada kesempatan malam ini mengenai “Konsep Menyimak”.
Adik-adik pelajar yang budiman, seperti yang kita ketahui bahwa menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa dari empat keterampilan yang biasa disebut dengan caturtunggal berbahasa. Adik-adik pelajar yang budiman, caturtunggal berbahasa, meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mengapa disebut caturtunggal berbahasa? Karena antara satu keterampilan dengan keterampilan yang lain saling berhubungan. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara kemudian dilanjutkan dengan membaca dan menulis. Biasanya keterampilan menulis disebut dengan keterampilan berbahasa yang paling kompleks, karena untuk dapat menulis seseorang harus memiliki perbendaharaan kata yang cukup yang didapatkan dari keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca.
Adik-adik pelajar yang budiman, selanjutnya setiap keterampilan berbahasa itu erat pula hubungannya dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa karena bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan. Adik-adik pelajar yang budiman, melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir.
Baiklah, setelah kita memahami empat keterampilan berbahasa, selanjutnya mari kita pahami konsep keterampilan menyimak. Adik-adik pelajar yang budiman, keterampilan menyimak pernah dianggap oleh ahli bahasa, guru bahasa, dan orang awam sebagai suatu hal yang akan dikuasai oleh manusia normal pada waktunya. Hal itu didasarkan pada asumsi bahwa keterampilan menyimak akan dikuasai secara otomatis, sebagaimana orang bernafas tanpa mempelajari cara bernafas. Banyak orang bertanya apa perbedaan antara mendengar dengan menyimak?.
Adik-adik pelajar yang budiman, perlu adik-adik ketahui bahwa mendengar, mendengarkan, dan menyimak merupakan jenis kegiatan yang berbeda. Coba adik-adik perhatikan dan isilah titik pada wacana yang saya sampaikan berikut ini dengan kata mendengar, mendengarkan, dan menyimak.
Adik-adik pelajar yang budiman, siap menyimak? Mari kita mulai!

Tina sedang asyik mengerjakan PR-nya. Tiba-tiba ia terkejut…suara aneh. Ia pun berhenti belajar, dan ingin mengetahui dari mana suara itu datang. Lama sudah ia…suara itu, tetapi belum juga dapat ia pastikan. Ia mencoba keluar dan berusaha…lebih cermat, meski dengan rasa takut. Di luar ternyata ada ayahnya yang sedang merokok. Tina pun bertanya pada ayahnya apakah…suara itu.

Adik-adik pelajar yang budiman, bagaimana? Apakah Anda sudah mengisi titik-titiknya dengan tepat? Mari kita bahas bersama-sama.

Tina sedang asyik belajar, mengerjakan PR-nya. Tiba-tiba ia terkejut (mendengar) suara aneh. Ia pun berhenti belajar, dan ingin mengetahui dari mana suara itu datang. Lama sudah ia (mendengarkan) suara itu, tetapi belum juga dapat ia pastikan. Ia mencoba keluar dan berusah (menyimak) lebih cermat, meski dengan rasa takut. Di luar ternyata ada ayahnya yang sedang merokok. Tina pun bertanya pada ayahnya apakah (mendengar) suara itu.
Adik-adik pelajar yang budiman, tentu adik-adik sudah dapat membedakan antara mendengar, mendengarkan, dan menyimak bukan? Baiklah, dari wacana di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kegiatan mendengar adalah kegiatan yang dilakukan tanpa sengaja dan tidak ada maksud untuk mencerna makna dari apa yang didengar, contohnya Anda mendengar pesawat terbang lewat kemudian Anda tidak berusaha lagi untuk memahami lebih lanjut pesawat terbang apa, melaju kearah mana, dan lain-lain. Kegiatan mendengarkan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dengan tujuan sederhana, contoh ketika Anda belajar dengan sengaja Anda membaca sambil memutar lagu yang Anda suka dan ikut menyanyikannya. Sedangkan kegiatan menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas makna yang terkandung. Jadi, kegiatan menyimak melibatkan pendengaran, penghayatan, ingatan, dan pengertian. Penyimak yang baik seharusnya memiliki rencana dan tujuan.
Adik-adik pelajar yang budiman, sedikitnya ada lima belas ciri penyimak ideal, di antaranya (1) siap fisik dan mental, penyimak yang baik adalah penyimak yang benar-benar siap untuk menyimak, fisiknya segar, sehat, dan dalam kondisi prima diikuti mental yang stabil dan pikiran yang jernih, (2) berkonsentrasi, penyimak yang baik adalah penyimak yang dapat memusatkan perhatiannya pada bahan simakan, (3) bermotivasi, penyimak yang baik selalu mempunyai motivasi yang kuat dalam menyimak. Hal ini didorong dengan adanya tujuan yang ingin dicapai, (4) objektif, penyimak yang baik adalah penyimak yang berprasangka dan tidak berat sebelah, (5) menyeluruh, penyimak yang baik adalah penyimak yang menyimak bahan simakan secara lengkap, utuh, dan menyeluruh.
Adik-adik pelajar yang budiman, selanjutnya (6) menghargai pembicara, penyimak yang baik tidak menganggap enteng dan menyepelekan apa yang disampaikan oleh pembicaranya, (7) selektif, penyimak yang baik tahu memilih bagian-bagian penting dari bahan simakan yang perlu diperhatikan dan diingat, (8) sungguh-sungguh, penyimak yang baik selalu menyimak dengan bersungguh hati. Ia tak akan berpura-pura padahal hati dan perhatiannya berada di tempat lain, (9) tak mudah terganggu, penyimak yang baik tak mudah diganggu oleh hal-hal lain di luar bahan simakan, (10) cepat menyesuaikan diri, penyimak yang baik adalah penyimak yang tanggap terhadap situasi. Ia cepat menghayati dan menyesuaikan diri dengan inti pembicaraan, irama pembicaraan, dan gaya pembicara.
Adik-adik pelajar yang budiman, kemudian (11) kenal arah pembicaraan, penyimak yang baik selalu mengenal arah pembicaraan bahkan sudah menduga ke arahmana pembicaraan berlangsung, (12) kontak dengan pembicara, penyimak yang baik selalu mengadakan kontak dengan pembicara, misalnya memperhatikan pembicara, memberikan dukungan atau dorongan kepada pembicara melalui ucapan singkat, (13) merangkum, penyimak yang baik selalu dapat menangkap sebagian besar isi bahan simakan. Hal ini terbukti dari hasil rangkuman penyimak yang disampaikan secara lisan atau tertulis setelah proses menyimak selesai, (14) menilai, penyimak yang baik selalu menilai, menguji, mengkaji, atau menelaah isi bahan simakan yang diterimanya, dan (15) merespons, sebagai tindak lanjut dari kegiatan penilaian hasil simakan, penyimak menyatakan pendapat terhadap isi pembicaraan yang telah disampaikan.
Adik-adik pelajar yang budiman, itulah tadi paparan saya mengenai batasan menyimak dan ciri ideal seorang penyimak. Dalam pertemuan yang akan datang kita akan membicarakan mengenai strategi pembelajaran menyimak.
Adik-adik pelajar yang budiman, demikianlah siaran Pembinaan Bahasa Indonesia melalui Radio Republik Indonesia Surakarta semoga bermanfaat bagi Adik-adik pelajar dan pendengar sekalian. Selamat malam dan terimakasih.
Sumber:
Samosir, Aldon. “menyimak”. (http://aldonsamosir.wordpress.com/menyimak/)

BERMAIN PERAN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

BERMAIN PERAN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA
Oleh: M. Fakhrur Saifudin, S.Pd, M.Pd.

Selamat malam dan selamat berjumpa dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Ruang Pelajar di Radio Republik Indonesia Surakarta bersama saya Fakhrur Saifudin dari Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adik-adik pelajar yang budiman, materi yang akan saya sampaikan adalah “Bermain Peran Meningkatkan Keterampilan Berbicara.” Ikuti paparan saya dengan saksama.
Adik-adik pelajar yang budiman, tentunya kita sering sekali berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia baik formal maupun informal. Tetapi apakah berbicara kita itu sesuai dengan konteks tuturan atau tidak? Apabila tuturan kita tidak sesuai dengan konteks tuturan, maka akan terjadi miscommunication dengan lawan bicara kita. Ketika adik-adik pelajar sedang melakukan interaksi lisan (berbicara), terjadi rutinitas secara konvensional yang mengandung jenis-jenis struktur informasi. Baik berupa narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, argumentasi, maupun analogi.
Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki setiap individu untuk mampu mengemukakan rutinitas informasi secara lisan. Saya menyebut dengan rutinitas informasi karena setiap adik-adik pelajar berbicara, secara tersirat maupun tersurat mengandung informasi. Rutinitas informasi ini di dalamnya terdapat interaksi lisan antara penutur dan lawan tutur. Pada dasarnya, konsep tentang berbicara adalah melafalkan lambang bunyi sebagai suatu rutinitas informasi.
Adik-adik pendengar yang berbahagia, Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Selain itu, dia juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap lawan bicara dengan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Adapun prinsip-prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain: (a) membutuhkan paling sedikit dua orang, (b) mempergunakan suatu sandi bahasa yang dipahami bersama, (c) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, (d) terjadi pertukaran informasi antara partisipan, (e) menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (f) berhubungan atau berkaitan dengan masa kini, (g) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran, dan (h) secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.
Kadang-kadang kita selalu beranggapan bahwa berbicara itu mudah. Tetapi ketika kita dengan sengaja atau tidak hendak melafalkan rutinitas informasi sebagai interaksi lisan, kita merasa sulit untuk berkata-kata atau speechless. Bukan karena kita tidak tahu arti/maksudnya, melainkan ketakutan akan kesalahan berbicara kita. Nah.. adik-adik pelajar yang budiman, salah satu cara meningkatkan keterampilan berbicara adalah bermain peran. Tentunya bermain peran ini adik-adik sudah pernah melakukannya di sekolah. Karena bermain peran dapat meningkatkan kemampuan kita untuk berbicara dengan lawan tutur kita walaupun, informasi pembicarannya terstruktur.
Para pendengar Radio Republik Indonesia Surakarta yang budiman, bermain peran merupakan salah satu bentuk aktivitas drama yang di dalamnya terdapat aktivitas berbicara. Aktivitas tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda, aksentuasi/tekanan yang jelas, kemudian penggunaan bahasa yang baik, serta pengorganisasian ide-ide yang terstruktur. Artinya, ketika kita bermain peran aspek-aspek tersebut secara otomatis akan dipergunakan.
Bermain peran merupakan teknik yang banyak dipakai oleh guru bahasa Indonesia di sekolah, untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berbicara muridnya. Selain menyenangkan, juga menawarkan pelarian mental atau pengungkapan ekspresi sebagai feedback dari keterampilan berbicara. Berbeda dengan pidato atau diskusi, bermain peran juga dapat mengembangkan imajinasi kita untuk lebih mengembangkan kemampuan berkosakata yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ujaran. Jadi, adik-adik pelajar jangan takut untuk mengungkapkan apa yang adik-adik dengar, lihat, maupun rasakan. Karena dengan adik-adik berusaha mengungkapkan, (dalam artian berbicara), tentang apa yang adik-adik rasakan maka, adik-adik telah satu step lebih maju dalam mengembangkan keterampilan berbicara.
Bermain peran menurut Alwasilah (1996:97) adalah sebuah upaya pengembangan imajinasi dan kreativitas berbicara. Ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam bermain peran.
Pertama, memilih peran. Memilih (adopsi) peran adalah sebuah istilah untuk menggambarkan sebuah aktivitas jenis drama, yaitu hanya satu orang dari sebuah kelompok atau pasangan yang menggunakan identitas baru, yang mengubah latihan dan eksploitasi teks ke dalam bentuk nyata. Pada saat kita menjadi seseorang lain yang menjadi peran kita, pada saat itulah latihan berubah menjadi simulasi, yang mengandung banyak hal yang tak terduga. Bayangkanlah jika adik-adik pelajar menjadi peran seorang presiden, maka dapat dibayangkan adik-adik akan selalu menjaga kualitas berbicara agar tetap berwibawa. Akan sangat aneh apabila peran seorang presiden, dalam berbicara menggunakan bahasa nonformal. Hal inilah adik-adik pelajar yang budiman, apabila kita mampu menguasai peran dengan segenap imajinasi dan kreativitas maka, akan lebih mudah pula kita mengembangkan keterampilan berbicara kita sesuai dengan peran yang kita dapat.
Kedua, bermain peran. Ketika kita sudah memilih peran, dan kita mencoba untuk memerankan apa yang telah dipilih tadi, adik-adik akan berusaha menjadi peran semaksimal mungkin. Mulai dari aspek berbicara, gerak, sampai mimik wajah. Bayangkan adik-adik pelajar jika menjadi peran seorang ibu tiri yang jahat. Maka adik-adik akan berusaha atau mendekati karakter bagaimana menjadi seorang ibu tiri yang jahat. Misalnya, pelafalan yang jelas, penggunaan intonasi yang tinggi, dan aksentuasi (tekanan) yang kuat.
Ketiga, bermain peran bebas terikat teks. Maksudnya, adik-adik ketika memerankan sebuah karakter tokoh hanya diberi beberapa kata kunci atau percakapan kunci saja. Seterusnya, adik-adik dapat mengembangkan kemampuan imajinasi dan kreativitas berbicara. Tentunya pada tahap ini akan lebih sulit tingkatannya. Tahap ini merangsang kita untuk lebih kreatif menggunakan kemampuan berbahasa kita, tetapi tetap dilindungi pada suatu konteks skenario yang telah ditentukan. Sebagai contoh, adik-adik tentunya sering melihat tayangan komedi situasi. Para pemeran hanya diberi rambu-rambu cerita, kemudian si pemeran-lah yang akan bereksplorasi dengan keterampilan berbicaranya supaya tetap terlihat lucu. Atau contoh lain, seorang penyiar radio ketika sedang siaran dengan topik kesehatan, maka si penyiar tersebut dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya agar selalu sesuai dengan konteks pembicaraan tanpa harus si penyiar berasal dari latar belakang orang kesehatan.
Dan yang keempat, bermain peran bebas teks. Tahap ini adalah tahap yang paling sulit. Tetapi juga, bagi sebagian orang tahap yang paling mudah. Pada tahap ini, pemeran sama sekali tidak mendapatkan skenario atau topik pembicaraan. Jadi pemeran murni improvisasi dalam menciptakan topik pembicaraan. Tapi sebaliknya, bagi sebagian orang tahap ini adalah tahap yang paling mudah. Karena tidak terikat oleh konteks pembicaraan, maka pemeran bebas berbicara dalam topik apapun asalkan lawan bicaranya juga mampu menanggapinya.
Adik-adik pendengar yang berbahagia, dalam bermain peran tentunya kita sebagai pemeran tidak serta-merta berbicara sesuai dengan kaidah yang berlaku. Artinya, ketika adik-adik mendapatkan peran, adik-adik akan berusaha melafalkan ujaran sesuai dengan naskah dan konteks/setting yang terjadi pada adegan. Hal ini adik-adik akan merasa bahwa keterampilan berbicara itu, bukan hanya diukur dari kebakuan ucapan, melainkan dari keberterimaan konteks pembicaraan.
Pada intinya, keterampilan berbicara itu bukan semata benar-nya ucapan, tetapi juga sesuai dengan topik pembicaraan. Bayangkan jika adik-adik pelajar berbicara dengan teman sebaya, maka bahasa yang digunakan juga disesuaikan dengan bahasa yang dipakai dengan lawan bicara kita. Akan sangat lucu jika lawan bicara kita memakai bahasa sehari-hari (bahasa santai), kita menanggapinya dengan bahasa yang baku. Begitu pula jika adik-adik berbicara dengan guru misalnya, tentunya adik-adik pelajar juga menyesuaikan kira-kira harus menggunakan bahasa apa? Itulah adik-adik, kenapa kita dituntut untuk terampil dalam berbicara.
Adik-adik pendengar yang budiman, salah satu arti penting dalam keterampilan berbicara adalah kita mampu mengawali, menanggapi, dan menghargai setiap konteks pembicaraan. Karena dalam kegiatan tindak tutur (speech act), kita tidak hanya mampu menjadi lawan bicara, tetapi juga partisipan yang baik.
Ada pepatah mengatakan, orang yang berbudi pekerti baik adalah orang yang berbudi bahasa baik pula. Adik-adik pelajar dan pendengar sekalian, demikianlah siaran Pembinaan Bahasa Indonesia lewat Radio Republik Indonesia Surakarta semoga bermanfaat bagi adik-adik pelajar dan pendengar sekalian. Selamat malam dan terimakasih.

Sumber:
Tariga, Henry Guntur. 2005. Berbicara. Bandung: Angkasa
Alwasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

BERBICARA DI MUKA UMUM


BERBICARA DI MUKA UMUM

Oleh: Dini Restiyanti Pratiwi


Selamat malam dan selamat berjumpa dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Ruang Pelajar di Radio Republik Indonesia Surakarta bersama saya Dini Restiyanti Pratiwi dari Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adik-adik pelajar yang budiman, materi yang akan saya sampaikan adalah “Berbicara di Muka Umum.” Ikuti paparan saya dengan seksama.
Manusia adalah makhluk sosial, dan tindakannya yang pertama dan yang paling penting adalah tindakan sosial, yang meliputi tindakan saling bertukar pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan, dan saling mengekspresikan serta menyetujui sesuatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu, di dalam tindakan sosial haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama disetujui dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat. Untuk menghubungkan semua anggota masyarakat, maka diperlukan komunikasi.
Komunikasi dapat mempersatukan para individu ke dalam kelompok-kelompok dengan jalan menggabungkan konsep-konsep umum, memelihara serta mengawetkan ikatan-ikatan kepentingan umum, menciptakan suatu kesatuan lambang-lambang yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain, dan menetapkan suatu tindakan tersebut tidak akan ada serta bertahan lama tanpa adanya masyarakat-masyarakat bahasa. Dengan perkataan lain, masyarakat berada dalam koumikasi linguistik.
Ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan-kehidupan individual kita. Dalam sistem inilah kita saling bertukar pendapat, gagasan, perasaan, dan keinginan, dengan bantuan lambang-lambang yang disebut kata-kata. Sistem inilah yang memberi keefektivan bagi individu dalam mendirikan hubungan mental dan emosional dengan anggota-anggota lainnya. Agaknya tidak perlu disangsikan lagi bahwa ujaran hanyalah merupakan ekspresi dari gagasan pribadi seseorang, dan menekankan hubungan-hubungan yang bersifat dua arah, yaitu memberi dan menerima.
Berdasarkan uraian di muka berarti uajaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan pendidikannya. Adik-adik pelajar yang budiman, berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Selain itu, dia juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap lawan bicara dengan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Prinsip-prinsip umum yang mendasari kegitana berbicara, antara lain: (a) membutuhkan paling sedikit dua orang, (b) mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama, (c) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, (d) terjadi pertukaran antara partisipan, (e) menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (f) berhubungan atau berkaitan dengan masa kini, (g) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran, dan (h) secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Oleh karena itu, berbicara memiliki tiga maksud, yaitu memberitahukan, menghibur, dan membujuk.
Adik-adik pelajar yang budiman, berdasarkan maksud berbicara, ada jenis-jenis berbicara di muka umum.

Pertama, berbicara untuk melaporkan, berbicara untuk melaporkan atau menginformasikan (informatif speaking), dilakukan jika seseorang berkeinginan untuk: (a) memberi atau menanamkan pengetahuan, (b) menetapkan atau menentukan hubungan-hubungan antara benda-benda, (c) menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses, menginterpretasikan atau menafsirkan sesuatu persetujuan ataupun menguraikan sesuatu tulisan. semua hal tersebut disebut situasi-situasi informatif. Misalnya, kuliah, ceramah, pengumuman, laporan, pidato, dan lain-lain.
Langkah-langkah dalam merencanakan suatu pembicaraan, antara lain memilih pokok pembicaraan yang menarik hati, membatasi pokok pembicaraan, mengumpulkan bahan-bahan, dan selanjutnya menyusun bahan dan ditulis dalam tiga bagian (i) pendahuluan, pilihlah kalimat-kalimat pembuka yang menarik perhatian, (ii) isi, dengan mencantumkan butir-butir penting yang akan ditelusuri, (iii) kesimpulan, dalam kesimpulan sebaiknya tidak lebih dari satu atau dua kalimat.
Kedua, berbicara secara kekeluargaan (fellowship speaking), tidak ada kegiatan manusia yang lebih menyenangkan yang telah ditemukan daripada hiburan atau pertunjukkan kelompok. Di dalamnya terdapat sesutau yang menggembirakan yang dapat dinikmati bersama, dapat meninggalkan kesenangan pribadi. Pengalaman manusia diperkuat serta ditingkakan dengan jalan menceritakannya kepada orang lain, tidak ada wadah yang lebih sesuai untuk maksud-maksud seperti ini selain dalam siuasi-situasi persahabatan atau kekeluargaan.
Partisipan menginginkan seorang pembicara untuk melambangkanserta memperagakan dalam suasana hati, keadaan jiwa, pikiran, dan tindakan yang menarik dan sesuai perasaan-perasaan kelompoknya tersebut. Bagi sang pembicara , tantangan ini jelas menentukan sikap, bahan, dan penyampaian. Ketiga hal ini hendaknya dapat menggemakan keramahtamahan dan mempertinggi perasaan-perasaan bersama dari kelompok tersebut.
Cara yang paling umum menjamin serta memadukan suatu perasaan persahabatan adalah melalui pembicaraan-pembicaraan hiburan. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan yang membuat /menimbulkan kebanggaan menjadi anggota kelompok tersebut. Sasaran diarahkan kepada peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang penuh kelucuan dan kegelian yang sederhana.
Media yang paling sering dipergunakan untuk maksud tersebut adalah seni bercerita atau mendongeng (the art of story-teeling), lebih-lebih cerita yang lucu, jenaka, dan menggelikan. Kesempatan-kesempatan bagi pembicara yang bersifat kekeluargaan atau persahabatan, antara lain: (a) pidato sambutan selamat datang, (b) pidato perpisahan, (c) pidato penampilan, penyajian, dan perkenalan, (d) pidato jawaban atau balasan, (e) pidato dalam sambutan sesuatu upacara, dan lain-lain.
Ketiga, berbicara untuk meyakinkan (persuasive speaking) adalah seni penanaman alasan atau motif yang menuntun ke arah tindakan bebas yang konsekuen. Persuasi merupakan tujuan kalau kita menginginkan tindakan atau aksi. Pembicaraan yang bersifat persuasif disampaikan kepada para pendengar bila kita mengingnkan penampilan suatu tindakan atau pengejaran suatu bagian tertentu dari suatu tindakan. Tuntutan atau daya tarik dalam hal ini kebanyakan bersifat emosional. Daya penarik tersebut menampilkan motif-motif kepada kita untuk bertindak menurut cara yang dikehendakinya.
Berikut tujuh cara memperoleh aksi melalui daya- penarik dasar, (a) Ajukalah suatu penawaran dengan daya pikat, (b) batasi waktu untuk penawaran untuk memperlihatan kebonafidan dan anda dapat dipercaya, (c) persediaan terbatas, (d) memberikan jaminan akan sebab-sebab keterlambatan atau kemacetan, (e) harga meningkatkan terus, kalau harga akan meningkat berikanlah waktu atau tanggal tertentu kalau mungkin, (f) penurunan harga, kalau memang demikian, katakanlah begitu jelaskan perlu keinginan mengambil keuntungan atau manfaat dengan segera, (g) keuntungan atau kerugian, jelaskan keuntungan apa yang akan diperoleh pendengar dan kerugian apa yang diderita kalau mereka tidak memilikinya.
Keempat, berbicara untuk merundingkan (deliberative speaking) bertujuan untuk membuat sejumlah keputusan dan rencana. Keputusan itu dapat menyangkut sifat hakikat tindakan-tindakan masa lalu atau sifat dan hakikat tindakan mendatang. Maksud dari suatu keputusan menentukan sifat dari situasi. Para partisipan berunding secara hati-hati, berembuk membicarakannya sambil meminta nasihat, serta mempertimbangkan fakta-fakta yang dikemukakan. Daya tarik lebih bersifat intelektual daripada emosional. Dalam hal ini metode yang digunakan oleh pembicara bersifat sederhana dan langsung, dan dia  berusaha keras membuka rahasia segala fakta yang tersedia. Situasi seperti ini merupakan situasi deliberatif dengan tujuan umum keputusan atau kepastian pendirian. Dalam hal ini menuntut beberapa unsur, antara lain kejelasan, ketertiban, fakta-fakta, alasan-alasa, dan pikiran-pikiran yang jujur.
Adik-adik pelajar, demikianlah siaran Pembinaan Bahasa Indonesia lewat Radio Republik Indonesia semoga bermanfaat bagi adik-adik pelajar dan pendengar sekalian. Selamat malam dan terimakasih.

Sumber:
Tariga, Henry Guntur. 2005. Berbicara. Bandung: Angkasa

Sabtu, 29 Oktober 2011

Negeri Abal-Abal


negeriku abal-abal
dipimpin oleh seorang sundal
yang selalu pencitraan gombal
antek-antek begundal
apa ini yang disebut sifat nasional
atau malah rakyat yang menjadi tumbal

negeriku abal-abal
diwakili orang yang mulai gempal
rakyat makin sintal
melihat para  gempal sedang mengadu pada bantal
tanpa tahu kita tak akan kekal

negeriku abal-abal
katanya di papua ada sekepal gimpal
itu hanya biverbal ditaktorial
aduh.....mulai bergolak emosional
nyawa mulai diobral
senapan sudah menjadi kapal
kapal yang lupa ihtifal

negeriku abal-abal
sungguh republik ini perlahan mendekati imperial
para raja-raja mulai amoral
haram dijadikan halal
berkedok untuk intelektual
sungguh kebal, bebal, dan bengal

hati-hati... bilal sudah mulai beroral
jangan sampai darah tumpah di aspal
hanya karena hukum yang bujal
jangan salahkan kita menjadi binal
binal melawan ras begal
begal finansial, begal kimpal
ya tuhan...kenapa aku hidup di negeri abal-abal
jadikan pemimpinku afdal

negeriku abal-abal
sadarlah wahai begundal
begundal-begundal marital
aku menyesal hak ku kau kepal
kembalikan pada hal ihwal
ihwal istiqlal

negeriku abal-abal
segera akal bertawakal

10/29/2011
pemberontakan imaji

Template by:

Free Blog Templates