Selasa, 22 November 2011

BERMAIN PERAN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

BERMAIN PERAN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA
Oleh: M. Fakhrur Saifudin, S.Pd, M.Pd.

Selamat malam dan selamat berjumpa dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Ruang Pelajar di Radio Republik Indonesia Surakarta bersama saya Fakhrur Saifudin dari Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Adik-adik pelajar yang budiman, materi yang akan saya sampaikan adalah “Bermain Peran Meningkatkan Keterampilan Berbicara.” Ikuti paparan saya dengan saksama.
Adik-adik pelajar yang budiman, tentunya kita sering sekali berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia baik formal maupun informal. Tetapi apakah berbicara kita itu sesuai dengan konteks tuturan atau tidak? Apabila tuturan kita tidak sesuai dengan konteks tuturan, maka akan terjadi miscommunication dengan lawan bicara kita. Ketika adik-adik pelajar sedang melakukan interaksi lisan (berbicara), terjadi rutinitas secara konvensional yang mengandung jenis-jenis struktur informasi. Baik berupa narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, argumentasi, maupun analogi.
Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki setiap individu untuk mampu mengemukakan rutinitas informasi secara lisan. Saya menyebut dengan rutinitas informasi karena setiap adik-adik pelajar berbicara, secara tersirat maupun tersurat mengandung informasi. Rutinitas informasi ini di dalamnya terdapat interaksi lisan antara penutur dan lawan tutur. Pada dasarnya, konsep tentang berbicara adalah melafalkan lambang bunyi sebagai suatu rutinitas informasi.
Adik-adik pendengar yang berbahagia, Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Selain itu, dia juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap lawan bicara dengan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Adapun prinsip-prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain: (a) membutuhkan paling sedikit dua orang, (b) mempergunakan suatu sandi bahasa yang dipahami bersama, (c) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, (d) terjadi pertukaran informasi antara partisipan, (e) menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (f) berhubungan atau berkaitan dengan masa kini, (g) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran, dan (h) secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.
Kadang-kadang kita selalu beranggapan bahwa berbicara itu mudah. Tetapi ketika kita dengan sengaja atau tidak hendak melafalkan rutinitas informasi sebagai interaksi lisan, kita merasa sulit untuk berkata-kata atau speechless. Bukan karena kita tidak tahu arti/maksudnya, melainkan ketakutan akan kesalahan berbicara kita. Nah.. adik-adik pelajar yang budiman, salah satu cara meningkatkan keterampilan berbicara adalah bermain peran. Tentunya bermain peran ini adik-adik sudah pernah melakukannya di sekolah. Karena bermain peran dapat meningkatkan kemampuan kita untuk berbicara dengan lawan tutur kita walaupun, informasi pembicarannya terstruktur.
Para pendengar Radio Republik Indonesia Surakarta yang budiman, bermain peran merupakan salah satu bentuk aktivitas drama yang di dalamnya terdapat aktivitas berbicara. Aktivitas tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda, aksentuasi/tekanan yang jelas, kemudian penggunaan bahasa yang baik, serta pengorganisasian ide-ide yang terstruktur. Artinya, ketika kita bermain peran aspek-aspek tersebut secara otomatis akan dipergunakan.
Bermain peran merupakan teknik yang banyak dipakai oleh guru bahasa Indonesia di sekolah, untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berbicara muridnya. Selain menyenangkan, juga menawarkan pelarian mental atau pengungkapan ekspresi sebagai feedback dari keterampilan berbicara. Berbeda dengan pidato atau diskusi, bermain peran juga dapat mengembangkan imajinasi kita untuk lebih mengembangkan kemampuan berkosakata yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ujaran. Jadi, adik-adik pelajar jangan takut untuk mengungkapkan apa yang adik-adik dengar, lihat, maupun rasakan. Karena dengan adik-adik berusaha mengungkapkan, (dalam artian berbicara), tentang apa yang adik-adik rasakan maka, adik-adik telah satu step lebih maju dalam mengembangkan keterampilan berbicara.
Bermain peran menurut Alwasilah (1996:97) adalah sebuah upaya pengembangan imajinasi dan kreativitas berbicara. Ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam bermain peran.
Pertama, memilih peran. Memilih (adopsi) peran adalah sebuah istilah untuk menggambarkan sebuah aktivitas jenis drama, yaitu hanya satu orang dari sebuah kelompok atau pasangan yang menggunakan identitas baru, yang mengubah latihan dan eksploitasi teks ke dalam bentuk nyata. Pada saat kita menjadi seseorang lain yang menjadi peran kita, pada saat itulah latihan berubah menjadi simulasi, yang mengandung banyak hal yang tak terduga. Bayangkanlah jika adik-adik pelajar menjadi peran seorang presiden, maka dapat dibayangkan adik-adik akan selalu menjaga kualitas berbicara agar tetap berwibawa. Akan sangat aneh apabila peran seorang presiden, dalam berbicara menggunakan bahasa nonformal. Hal inilah adik-adik pelajar yang budiman, apabila kita mampu menguasai peran dengan segenap imajinasi dan kreativitas maka, akan lebih mudah pula kita mengembangkan keterampilan berbicara kita sesuai dengan peran yang kita dapat.
Kedua, bermain peran. Ketika kita sudah memilih peran, dan kita mencoba untuk memerankan apa yang telah dipilih tadi, adik-adik akan berusaha menjadi peran semaksimal mungkin. Mulai dari aspek berbicara, gerak, sampai mimik wajah. Bayangkan adik-adik pelajar jika menjadi peran seorang ibu tiri yang jahat. Maka adik-adik akan berusaha atau mendekati karakter bagaimana menjadi seorang ibu tiri yang jahat. Misalnya, pelafalan yang jelas, penggunaan intonasi yang tinggi, dan aksentuasi (tekanan) yang kuat.
Ketiga, bermain peran bebas terikat teks. Maksudnya, adik-adik ketika memerankan sebuah karakter tokoh hanya diberi beberapa kata kunci atau percakapan kunci saja. Seterusnya, adik-adik dapat mengembangkan kemampuan imajinasi dan kreativitas berbicara. Tentunya pada tahap ini akan lebih sulit tingkatannya. Tahap ini merangsang kita untuk lebih kreatif menggunakan kemampuan berbahasa kita, tetapi tetap dilindungi pada suatu konteks skenario yang telah ditentukan. Sebagai contoh, adik-adik tentunya sering melihat tayangan komedi situasi. Para pemeran hanya diberi rambu-rambu cerita, kemudian si pemeran-lah yang akan bereksplorasi dengan keterampilan berbicaranya supaya tetap terlihat lucu. Atau contoh lain, seorang penyiar radio ketika sedang siaran dengan topik kesehatan, maka si penyiar tersebut dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya agar selalu sesuai dengan konteks pembicaraan tanpa harus si penyiar berasal dari latar belakang orang kesehatan.
Dan yang keempat, bermain peran bebas teks. Tahap ini adalah tahap yang paling sulit. Tetapi juga, bagi sebagian orang tahap yang paling mudah. Pada tahap ini, pemeran sama sekali tidak mendapatkan skenario atau topik pembicaraan. Jadi pemeran murni improvisasi dalam menciptakan topik pembicaraan. Tapi sebaliknya, bagi sebagian orang tahap ini adalah tahap yang paling mudah. Karena tidak terikat oleh konteks pembicaraan, maka pemeran bebas berbicara dalam topik apapun asalkan lawan bicaranya juga mampu menanggapinya.
Adik-adik pendengar yang berbahagia, dalam bermain peran tentunya kita sebagai pemeran tidak serta-merta berbicara sesuai dengan kaidah yang berlaku. Artinya, ketika adik-adik mendapatkan peran, adik-adik akan berusaha melafalkan ujaran sesuai dengan naskah dan konteks/setting yang terjadi pada adegan. Hal ini adik-adik akan merasa bahwa keterampilan berbicara itu, bukan hanya diukur dari kebakuan ucapan, melainkan dari keberterimaan konteks pembicaraan.
Pada intinya, keterampilan berbicara itu bukan semata benar-nya ucapan, tetapi juga sesuai dengan topik pembicaraan. Bayangkan jika adik-adik pelajar berbicara dengan teman sebaya, maka bahasa yang digunakan juga disesuaikan dengan bahasa yang dipakai dengan lawan bicara kita. Akan sangat lucu jika lawan bicara kita memakai bahasa sehari-hari (bahasa santai), kita menanggapinya dengan bahasa yang baku. Begitu pula jika adik-adik berbicara dengan guru misalnya, tentunya adik-adik pelajar juga menyesuaikan kira-kira harus menggunakan bahasa apa? Itulah adik-adik, kenapa kita dituntut untuk terampil dalam berbicara.
Adik-adik pendengar yang budiman, salah satu arti penting dalam keterampilan berbicara adalah kita mampu mengawali, menanggapi, dan menghargai setiap konteks pembicaraan. Karena dalam kegiatan tindak tutur (speech act), kita tidak hanya mampu menjadi lawan bicara, tetapi juga partisipan yang baik.
Ada pepatah mengatakan, orang yang berbudi pekerti baik adalah orang yang berbudi bahasa baik pula. Adik-adik pelajar dan pendengar sekalian, demikianlah siaran Pembinaan Bahasa Indonesia lewat Radio Republik Indonesia Surakarta semoga bermanfaat bagi adik-adik pelajar dan pendengar sekalian. Selamat malam dan terimakasih.

Sumber:
Tariga, Henry Guntur. 2005. Berbicara. Bandung: Angkasa
Alwasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

0 comments:

Posting Komentar

silahkan comment di sini

Template by:

Free Blog Templates